Pesan untukmu,,,
“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.” (Anak Semua Bangsa-Pramudya Ananta Toer)
Selasa, Juli 27, 2010
Tentang Soetarti-Rusmini
Dua nama ini ramai dibicarakan oleh beberapa program berita di stasiun-stasiun televisi sejak masalah yang menimpanya pada Desember tahun lalu. Keduanya adalah janda pahlawan yang tekena kasus sengketa dengan pegadaian. Pegadaian sebagai lembaga yang menggugat telah melaporkan keduanya kepada pihak pengadilan dengan alasan keduanya telah menyerobot rumah dan tanah yang menjadi hak pegadaian. Yang perlu menjadi catatan adalah bahwa para almarhum suami mereka mendapat title pahlawan. Kedua almarhum adalah masuk dalam tentara PETA yang merupakan cikal bakal tentara Republik ini. Keduanya pun dimakamkan di salah satu makam pahlawan di Jakarta sana. Tercatat jelas, ada 12 penghargaan dan tanda jasa pahlawan untuk mereka. Namun, di Indonesia sepertinya hal itu tidak bernilai apa-apa.
Kedua janda, Soetarti dan Rusmini yang mendapat tuduhan telah meyerobot tanah serta rumah itu mengalami kekalahan dengan pihak pegadaian di tingkat pengadilan negeri. Tidak kurang usaha mereka hingga mereka berdua membawa kasus tersebut ke tingkat Mahkamah Agung dengan melakukan kasasi. Beberapa ormas dan elemen masyarakat kemudian turut hadir mendukung usaha mereka. Gerakan “Hati Waras” salah satunya. Gerakan ini mengajak masyarakat dan para keluarga tentara khususnya agar mereka mendukung dan membantu Soetarti-Rusmini. Logika sederhana yang diberikan oleh penggagas gerakan ini -maaf saya lupa siapa namanya, yang pasti dia adalah salah satu artis pada era 80-an- adalah bahwa apa yang akan terjadi seandainya pada keluarga mereka (para tentara yang sekarang masih menjabat) diperlakukan hal yang serupa pada puluhan tahun mendatang ketika para tentara sudah pensiun atau meningal dunia. Nyatanya, gerakan yang membawa nafas simpati dan empati memang masih cukup efektif di negeri ini. Dukungan yang cukup besar hadir untuk perjuangan Soetarti-Rusmini dan menjadi semangat tersendiri bagi mereka.
“Tidak ada Republik ini kalau tidak ada pahlawan!!!” Begitulah yang diungkapkan oleh salah satu Sejarawan kita. Miris sekali memang jika cerita para janda pahlawan itu berakhir dengan keputusan bahwa mereka harus menghabiskan waktu dua tahun dalam jeruji besi atas ‘ulah’ mereka yang tidak mau meninggalkan rumah yang telah mereka diami selama puluhan tahun. Begitulah, waktu dua tahun dalam jeruji besi memang menjadi ancaman buat mereka jika mereka kalah dalam putusan pengadilan pada hari ini (27/7). Sebuah pengadilan yang konyol. Istri pahlawan kita dipidanakan karena perkara yang seharusnya dapat diselesaikan lewat usaha kekeluargaan.
Bukan tanpa usaha jika akhirnya Soetarti-Rusmini harus memperkarakan masalah ini sampai tingkat ini. Pada 2008 lalu keduanya sudah mengajak berunding dan mengambil solusi bahwa mereka akan membeli saja tanah dan rumah tersebut jika mereka sudah tidak bisa menempatinya lagi karena alasan pegadaian membutuhkan dana. Tapi, keinginan tersebut tidak diindahkan oleh pihak pegadaian. Isu yang beredar selanjutnya adalah bahwa tanah tersebut akan digunakan sebagai perumahan elite. Sebuah alasan yang menurut saya sangat tidak berperasaan melihat bahwa kedua janda tersebut memiliki nilai yang lebih dari sekadar uang puluhan atau ratusan juta. Mereka memiliki kenangan atas tempat tersebut. Saya pikir, ini adalah nilai yang tidak bisa dikalahkan oleh apapun. Terkesan sentimental memang.
Dan pengadilan telah memutuskan siang tadi, sekitar pukul 12 siang, bahwa Soetarti divonis bebas dari tuduhan yang diberikan. Pihak pegadaian pun diminta untuk melakukan rehabilitasi atas nama baik Soetarti. Rusmini masih menunggu keputusan sidangnya. Keinginan masyarakat –atau mungkin saya pribadi- adalah bahwa Rusmini memiliki nasib yang sama dengan Soetarti. Divonis bebas dengan rehabilitasi nama dan mereka dapat hidup dengan tenang di usia senja mereka di rumah yang telah mereka tinggali selama ini sambil mengenang masing-masing suami tercinta. Mengingat getir perjuangan yang telah mereka alami demi berdirinya Republik ini. Tidak terbayangkan seandainya hukuman dua tahun kurungan penjara benar-benar dijatuhkan kepada mereka berdua. “Saya akan memindahkan jenazah suami saya dari makam pahlawan. Dan menguburnya kembali di Solo. Tidak pantas kiranya jika istrinya dicap sebagai seorang pidana sedangkan suaminya adalah pahlawan. Juga akan saya kembalikan tanda jasa yang dimiliki suami saya kepada negara melalui presiden”. Kurang lebihnya seperti itulah yang diungkapkan Soetarti kalau putusan pengadilan tidak berpihak padanya. Ungkapannya juga mewakili Rusmini yang juga akan memindahkan jenazah suaminya ke Banyumas jika ia mendapat hukuman penjara.
Miris sekaligus merinding yang saya rasakan ketika mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut janda para pahlawan itu. Seperti inikah bangsaku??? Tidak terbayangkan jika simbah putriku mendapatkan perlakuan yang serupa. Ya, almarhum simbah kakung juga seorang pejuang dulu. Meski namanya tidak diabadikan sebagai pahlawan Republik ini. Tapi simbah ikut berjuang dalam upaya penyatuan Republik ini. Pun simbah sangat kecewa ketika Timor Timur lepas dari badan Republik ini karena timah panas dulu pernah masuk ke tubuhnya demi usaha penyatuan daerah itu ke tubuh NKRI. Berpisahnya Timor Timur dari negara ini menjadi kisah sedih tersendiri bagi simbah kakung.
Negeri ini bernama Indonesia. Salah satu founding father negara ini, Ir. Soekarno pernah menyebutkan bahwa bangsa yang besar adalah yang mampu menghargai jasa pahlawannya. Maka, patut kita pertanyakan seberapa besar jiwa kita? Pasti masih terlalu kerdil hingga untuk menghormati para pahlawan lewat keluarganya yang masih hidup saja kita harus belajar. Catatan penting, entah ini adalah ‘pikiran buruk’ saya atau entahlah mau diberi nama apa. Banyak sindiran dan kata-kata pedas diberikan kepada pihak pengadilan dan para jaksa penuntut atas kasus tersebut. Tak terbayangkan lagi juga seandainya vonis bebas tidak diberikan pengadilan terhadap dua janda pahlawan tersebut. Maka, pengadilan dan para jaksa tinggal menunggu vonis penilaian dari masyarakat atas kinerja mereka yang makin tidak menggunakan nurani sebagai pedomannya!!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar