Pesan untukmu,,,

“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.” (Anak Semua Bangsa-Pramudya Ananta Toer)

Sabtu, Oktober 25, 2008

"Wanita di tengah Lunturnya Nilai Budaya Jawa"


”Wanita dijajah pria sejak dulu”. Selarik syair lagu tersebut pasti telah kita kenal. Ungkapan yang singkat memang, tapi penuh dengan makna. Syair tersebut menggambarkan bahwa memang sudah menjadi kodratnya, kedudukan wanita ada di bawah pria. Wanita digariskan dengan kelembutan dan kelemahannya yang kedudukannya harus berada di bawah laki-laki yang dianggap memiliki kekuatan lebih untuk mendominasi setiap kebijakan.
Namun, seabad lebih yang lalu, Kartini telah memulai perjuangannya. Sejarah mencatat, bahwa dengan kegigihannyalah, wanita Indonesia sekarang mampu menikmati apa yang sekarang disebut dengan emansipasi wanita. Wanita berhak tampil ke depan dan tidak hanya menjadi ”rencang wingking”. Kartini berusaha agar wanita bisa mendapatkan hal-hal yang sama yang bisa didapatkan oleh pria. Pendidikan, kehormatan, dan penghargaan. Ini karena wanita di zamannya masih mendapatkan kedudukan yang kedua dalam pandangan masyarakat. Orang Jawa khususnya, karena Kartini memang hidup di sana. Pandangan orang Jawa yang membuat pendidikan bagi wanita tidak penting, membuat wanita Jawa tertinggal dari kaum pria. Keahlian mereka hanya dicukupkan pada masalah dapur dan rumah tangga saja. Itu yang penting.
Sebuah perkembangan dari perjuangan Kartini ataukah memang bentuk pemberontakan wanita? Karena sekarang banyak sekali suara-suara yang mengatasnamakan kebebasan untuk wanita. Gaungnya terdengar di mana-mana dan selalu menjadi isu yang menimbulkan kontroversi. Kaum feminis menyerukan kebebasan yang sesungguhnya untuk wanita, dalam hal apapun yang terkadang terkesan menembus batas kodrati wanita.
Dan tidak bisa dipungkiri, bahwa wanita sekarang bisa menikmati segalanya. Katakan saja seperti itu, karena kiprah wanita tidak dapat lagi disangkal keberadaannya di masa ini. Wanita muncul ke permukaan, menyamakan kedudukannya dengan kaum pria. Berani menunjukkan kekuatannya dan menunjukkan bahwa wanita juga bisa melakukan yang bisa dilakukan pria. Kemudian muncul pertanyaan, apakah ini adalah hasil perjuangan kaum feminis atau sebuah akibat dari budaya Jawa yang mulai melonggar sehingga mampu memberikan ruang gerak yang lebih bagi para wanita?
Bagaimanapun juga, suara yang berteriak lantang tentang kebebasan bagi wanita, wanita Jawa khususnya, harus disadari selalu terbentur dengan budaya Jawa yang masih memandang kedudukan wanita ada di belakang pria. Jadi, sudah berhasilkah perjuangan kaum yang mengatasnamakan perjuangan untuk kebebasan wanita sedangkan kondisi yang ada masih seperti itu? Dan masihkah harus diteriakkan lantang perjuangan kaum feminis yang memperjuangkan ’kebebasan’ bagi wanita sedangkan hasil yang didapat masih seperti ini pada masyarakat kita, masyarakat Jawa pada khususnya?

Tidak ada komentar: