Pesan untukmu,,,
“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.” (Anak Semua Bangsa-Pramudya Ananta Toer)
Kamis, Desember 03, 2009
Untuk Mahasiswaku
Sejarah mahasiswa seharusnya sejarah perlawanan. Tercatat dalam dinding-dinding sejarah kita bahwa tak ada generasi pemuda yang ‘benar-benar menggunakan otak dan intelektualitasnya’ menyerah dan tunduk kepada penguasa yang bengis dan kejam. Otoriter.
Tercatat dalam sejarah, rezim yang berkuasa dengan buruk akan segera tumbang dengan gelombang pemberontakan yang yang dihembuskan oleh para mahasiswa. Tidak usah ditanya di mana hal yang seperti itu terjadi. Dinding dan angin perjuangan masa revolusi Indonesia telah mencatatnya. Bagaimana rezim Soekarno yang ‘dianggap’ otoriter tumbang dengan begitu mudahnya. Padahal, siapa yang tidak kagum dengan gaya kepemimpinan Soekarno. Semuanya ‘dilibas’ habis olehnya. Soeharto mengikutinya. Gaya kepemimpinan Soeharto yang ‘rapi’ pun terendus oleh mahasiswa.
Membicarakan gerakan mahasiswa tidak akan habis semalam dua malam. Gelombangnya telah dimulai sejak pertama Republik ini terbentuk. Jika bukan mahasiswa, kaum terpelajar adalah panggilan keren untuk
Tapi gerakan ini perlahan ‘mlempem’ seperti kerupuk yang terkena angin. Ya, hanya dianggap hembusan angin oleh penguasa. Lihat saja, kebijakan apa yang mencekik rakyat yang berhasil digagalkan oleh mahasiswa. Saya pikir tidak banyak. Atau mungkin tidak ada setelah masa jaya mahasiswa yang berani menggulingkan Soeharto.
Ironis. Tragis. Mahasiswa yang punya posisi tawar tinggi tak mampu ‘manawar’ lagi. Kurikulum padat, praktikum sampai sore, tugas yang setumpuk, kuis tiap hari. Ahhhh,,,hanya tumpukan-tumpukan masalah yang kemudian dijadikan alasan dan kambing hitam. Mau menyalahkan siapa, sistem pendidikan kita sudah seperti ini. Mahasiswa yang tetap harus mencari celah untuk berkegiatan. Untuk berorganisasi. Karena kalian mahasiswa. Buktikan dengan perbuatan. Bukankah tugas mahasiswa tidak hanya belajar diktat dan modul saja. Tidak cuma patuh dan tunduk pada dosen yang sering bolos juga. Rakyat memanggilmu, Pemuda.
Tunjukkan itu. Untuk kalian yang mengaku mahasiswa!!!!
Jumat, November 27, 2009
Idul Adha Tahun ini, 27 November 2009
tahun ini aku menikmati Idul Adha di kos saja. masih bertahan di kota solo. perjalanan di sini belum mengijinkanku untuk pulang dan menikmati lebaran haji di rumah. berkumpul dengan keluarga tercinta.
tapi tak apa. semuanya masih berjalan baik-baik saja. hanya saja, memang seperti ada rasa yang hilang karena tidak melihat wajah orang-orang tercinta.
Idul adha. sebuah hari raya simbol rasa syukur atas nikmat ALLAH yang tak pernah mampu untuk kita hitung.
bersyukurlah dan jangan menjadi kufur. karena Allah akan menambah nikmat itu dan jika kita kufur, adzab Allah sangatlah pedih.begitu tertulis dalam Alquran yang mulia.
semoga setelah lebaran haji ini kita semakin mampu untuk memprioritaskan kebutuhan hidup. karena sesungguhnya dunia hanyalah sarana untuk menuju tempat kembali yang sesungguhnya. Surga Allah yang telah diciptakan dengan begitu indahnya. untuk kita, manusia yang beriman kesayangan Allah.
amien.
tapi tak apa. semuanya masih berjalan baik-baik saja. hanya saja, memang seperti ada rasa yang hilang karena tidak melihat wajah orang-orang tercinta.
Idul adha. sebuah hari raya simbol rasa syukur atas nikmat ALLAH yang tak pernah mampu untuk kita hitung.
bersyukurlah dan jangan menjadi kufur. karena Allah akan menambah nikmat itu dan jika kita kufur, adzab Allah sangatlah pedih.begitu tertulis dalam Alquran yang mulia.
semoga setelah lebaran haji ini kita semakin mampu untuk memprioritaskan kebutuhan hidup. karena sesungguhnya dunia hanyalah sarana untuk menuju tempat kembali yang sesungguhnya. Surga Allah yang telah diciptakan dengan begitu indahnya. untuk kita, manusia yang beriman kesayangan Allah.
amien.
Kamis, September 10, 2009
Solo Belum Butuh Paragon
Pembangunan berbagai gedung tinggi dan modern di kota Solo menyisakan polemik bagi beberapa golongan yang mengaku tidak setuju karena ada beberapa hal yang telah dilanggar dalam pembangunan tempat-tempat tersebut. Masyarakat pun mengajukan beberapa keberatan hingga usulan untuk menghentikan proyek yang berjalan. Namun, pemerintah kota tetap keukeuh melanjutkan proyek yang telah berjalan.
“Kami pernah melempari pembangunan Solo Paragon waktu pertama kali proyek itu berlangsung. Kami tidak setuju dengan pembangunan gedung yang terlalu tinggi itu”, ujar Nur Muhamad Fadhillah, warga RT 2/RW II, Mangkubumen. Dia adalah salah satu warga yang tinggal di daerah yang berdekatan dengan lokasi Solo Paragon didirikan. Tepat di samping bawah bangunan. Diakui warga sekitar bahwa pembangunan Solo Paragon banyak menuai masalah di belakangan hari.
Suasana pembangunan yang ramai jelas mengganggu kegiatan sehari-hari warga yang ada di sekitar lokasi proyek. Sampah dan debu adalah masalah yang tidak dapat dihindari. “Nah, itu Mbak. Seperti sampah yang sedang beterbangan itu jadi masalah buat kami”, ucap seorang bapak tua sambil menunjuk sampah yang beterbangan dari gedung yang direncanakan berlantai 24 itu. Permasalahan yang lain adalah sinyal antena TV yang terganggu karena gedung yang ada di samping rumah mereka memiliki ketingian yang jauh melebihi ketinggian rumah mereka. “Dulu, sebelum ada pembangunan Paragon sinyal antena TV kami baik-baik saja, jadi buruk setelah ada gedung tinggi itu”, ungkap warga kesal.
Pembangunan Solo Paragon menuai konflik sejak pertama kali mulai dilaksanakan. Setelah pernah berhenti sejak pertama kali pembangunannya, proses pembangunannya mulai dilaksanakan kembali sekitar Februari 2008 lalu. Warga yang pada awalnya sulit diajak kerja sama pun belakangan mulai mundur teratur dengan menerima proses pembangunan gedung tersebut. “Warga dulu sangat teguh menolak pembangunannya, tapi ya karena warga cuma rakyat kecil. Kami butuh uang untuk beli susu anak-anak kami, Mbak. Sempat saya dengar isu juga ada 200 ribu rupiah per kepala keluarga dulu”, jelas Nur. “Tapi saya ya ndak tahu pasti karena saya juga tidak menerimanya. Mungkin juga itu cuma isu”, tambahnya. Selanjutnya, ia juga menyampaikan bahwa ada tawaran untuk bekerja di sana (Solo Paragon, red) bagi beberapa warga. “Yang seperti itu kan biar kami ga teriak-teriak lagi, Mbak. Jadi, ya begitu cara membungkam kami”.
DKS Angkat Suara
Pemerintah Kota Solo yang dirasa sangat mudah memberikan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan tinggi dan modern di kota Solo pun mendapat tanggapan dari aktivis Dewan Kesenian Surakarta (DKS) dan Forum Penegak Keadilan dan Kebenaran (FPKK). Menurut mereka, pembangunan gedung-gedung tinggi tersebut akan mempertebal rasa kekalahan orang Jawa. “Orang Jawa menggunakan Keraton Kasunan sebagai panutan. Sekarang malah sudah tertutup dengan adanya gedung-gedung tinggi tersebut. Gedung tinggi lain yang sedang berada dalam proses pembangunan adalah Solo Center Point dan Kusuma Mulia Tower.
”Bangunan itu tingginya lebih dari 20 lantai, padahal di Solo masih ada Keraton dan juga Mangkunegaran. Jika dilihat dari estetika ini bisa tidak tepat,” ungkap Ketua FPKK Ismu Wardoyo dalam sebuah sidang gugatan kepada Joko Widodo, Walikota Solo. Isi gugatan tersebut adalah bahwa FPKK meminta walikota mengkaji ulang IMB tiga apartemen tersebut untuk izin peruntukannya dan ketinggian bangunan. Kuasa hukum FPKK Bambang J Guntoro SH menegaskan, salah satu gugatan adalah soal ketinggian dan izin peruntukan tiga apartemen tersebut.
Dalam kasus tersebut FPKK juga menggugat Walikota senilai Rp 50 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk pemugaran situs cagar budaya di Solo. Mengenai penggugatan tersebut salah satu budayawan Solo, Sabar Narimo menyatakan, “Menurut saya, kalau masalah bisa diselesaikan dengan dialog dan bicara baik-baik tidak perlu ada hal-hal seperti penggugatan itu. Saya pikir, Joko Widodo seharusnya membicarakan perihal pembangunan gedung-gedung tersebut kepada elemen masyarakat termasuk budayawan di dalamnya. Ini supaya tidak ada kesalahpahaman dan pertanyaan hingga menelurkan aksi gugat-menggugat”.
Selama ini, peraturan tentang tinggi gedung di daerah kota Solo memang belum diatur dalam suatu peraturan tertentu. “Tapi, Solo masih memiliki Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran. Tinggi gedung yang melebihinya akan membuat sangat tidak etis”, ungkap para budayawan dalam sidang penggugatan terhadap Joko Widodo tersebut.
Karakter orang Solo masih lemah
“Kebudayaan bukan hanya tentang bahasa dan aneka situs yang dimiliki oleh masyarakat. Tetapi, budaya adalah masyarakat itu sendiri”, tutur Sabar menjelaskan tentang makna sebuah kebudayaan. “Masyarakat jelas tidak dapat dipisahkan dari budaya itu sendiri karena memang sudah menjadi bagiannya”, tambahnya. Perubahan yang terjadi dalam suatu kebudayaan dapat terjadi karena ada pengaruh dari luar. Dapat terjadi proses ketika sebuah kebudayaan baru merupakan hasil dari penggabungan budaya lama yang terkena unsur-unsur budaya masyarakat pendatang. Atau dapat pula terjadi kebudayaan yang benar-benar baru karena masyarakat yang didatangi tidak dapat mempertahankan unsur-unsur dan nilai kebudayaan yang dimilikinya.
“Dan masyarakat kita (masyarakat Solo, red) saya pikir masih seperti itu”, ungkap Sabar. “Dalam penilaian yang saya lakukan, masyarakat lebih menyukai hal-hal yang berbau modern. Saya pikir mereka sudah banyak yang lupa tentang budaya berpakaian orang Jawa atau bagaimana berbahasa Jawa. Mereka juga pasti sulit menggunakan aksara Jawa”, tambahnya. Hal inilah yang menurut Sabar akan membuat masyarakat Solo menjadi bukan orang Solo lagi. Kepribadian masyarakat Solo dirasa belum terlalu kuat untuk menerima gelombang modernisasi yang begitu kuat dengan munculnya berbagai bangunan baru dengan arsitektur yang modern dan ketinggian yang mencakar langit. “Kebudayaan mana yang ingin kita pertahankan, karakter kita sendiri saja masih lemah”, lanjutnya.
Hal yang senada diungkapkan pula oleh Nur, warga Mangkubumen yang tinggal tepat di samping bawah lokasi Solo Paragon didirikan. “Solo belum butuh gedung, apartemen atau hotel yang setinggi itu”. Pembangunannya dirasa kurang memenuhi aspek transparasi. “Warga sama sekali tidak tahu apakah pembangunan gedung-gedung itu menggunakan APBD atau APBN. Berapa juga besarnya”. Dengan roman yang mulai kesal ia menambahkan, “Toh, yang memakai gedung-gedung itu juga sedikit yang warga Solo. Kebanyakan orang luar kota yang membawa budaya baru yang cenderung mengurangi nilai dan budaya Solo”. Hal tersebut diamini juga oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNS Solo, Dr Drajat Tri Kartono MS. Dalam sebuah kesempatan ia menyatakan, ”Kota Solo yang luas wilayahnya sekitar 44 km2 sebenarnya tidak perlu pusat perbelanjaan modern berupa mal. Sebab, Solo sudah memiliki 38 pasar tradisional yang sesungguhnya sudah bisa mencukupi kebutuhan masyarakat”. “Semestinya, pemerintah mengembangkan pasar-pasar tradisional dengan fasilitas layak dan manajemen yang modern”, tambahnya.
“Kami pernah melempari pembangunan Solo Paragon waktu pertama kali proyek itu berlangsung. Kami tidak setuju dengan pembangunan gedung yang terlalu tinggi itu”, ujar Nur Muhamad Fadhillah, warga RT 2/RW II, Mangkubumen. Dia adalah salah satu warga yang tinggal di daerah yang berdekatan dengan lokasi Solo Paragon didirikan. Tepat di samping bawah bangunan. Diakui warga sekitar bahwa pembangunan Solo Paragon banyak menuai masalah di belakangan hari.
Suasana pembangunan yang ramai jelas mengganggu kegiatan sehari-hari warga yang ada di sekitar lokasi proyek. Sampah dan debu adalah masalah yang tidak dapat dihindari. “Nah, itu Mbak. Seperti sampah yang sedang beterbangan itu jadi masalah buat kami”, ucap seorang bapak tua sambil menunjuk sampah yang beterbangan dari gedung yang direncanakan berlantai 24 itu. Permasalahan yang lain adalah sinyal antena TV yang terganggu karena gedung yang ada di samping rumah mereka memiliki ketingian yang jauh melebihi ketinggian rumah mereka. “Dulu, sebelum ada pembangunan Paragon sinyal antena TV kami baik-baik saja, jadi buruk setelah ada gedung tinggi itu”, ungkap warga kesal.
Pembangunan Solo Paragon menuai konflik sejak pertama kali mulai dilaksanakan. Setelah pernah berhenti sejak pertama kali pembangunannya, proses pembangunannya mulai dilaksanakan kembali sekitar Februari 2008 lalu. Warga yang pada awalnya sulit diajak kerja sama pun belakangan mulai mundur teratur dengan menerima proses pembangunan gedung tersebut. “Warga dulu sangat teguh menolak pembangunannya, tapi ya karena warga cuma rakyat kecil. Kami butuh uang untuk beli susu anak-anak kami, Mbak. Sempat saya dengar isu juga ada 200 ribu rupiah per kepala keluarga dulu”, jelas Nur. “Tapi saya ya ndak tahu pasti karena saya juga tidak menerimanya. Mungkin juga itu cuma isu”, tambahnya. Selanjutnya, ia juga menyampaikan bahwa ada tawaran untuk bekerja di sana (Solo Paragon, red) bagi beberapa warga. “Yang seperti itu kan biar kami ga teriak-teriak lagi, Mbak. Jadi, ya begitu cara membungkam kami”.
DKS Angkat Suara
Pemerintah Kota Solo yang dirasa sangat mudah memberikan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan tinggi dan modern di kota Solo pun mendapat tanggapan dari aktivis Dewan Kesenian Surakarta (DKS) dan Forum Penegak Keadilan dan Kebenaran (FPKK). Menurut mereka, pembangunan gedung-gedung tinggi tersebut akan mempertebal rasa kekalahan orang Jawa. “Orang Jawa menggunakan Keraton Kasunan sebagai panutan. Sekarang malah sudah tertutup dengan adanya gedung-gedung tinggi tersebut. Gedung tinggi lain yang sedang berada dalam proses pembangunan adalah Solo Center Point dan Kusuma Mulia Tower.
”Bangunan itu tingginya lebih dari 20 lantai, padahal di Solo masih ada Keraton dan juga Mangkunegaran. Jika dilihat dari estetika ini bisa tidak tepat,” ungkap Ketua FPKK Ismu Wardoyo dalam sebuah sidang gugatan kepada Joko Widodo, Walikota Solo. Isi gugatan tersebut adalah bahwa FPKK meminta walikota mengkaji ulang IMB tiga apartemen tersebut untuk izin peruntukannya dan ketinggian bangunan. Kuasa hukum FPKK Bambang J Guntoro SH menegaskan, salah satu gugatan adalah soal ketinggian dan izin peruntukan tiga apartemen tersebut.
Dalam kasus tersebut FPKK juga menggugat Walikota senilai Rp 50 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk pemugaran situs cagar budaya di Solo. Mengenai penggugatan tersebut salah satu budayawan Solo, Sabar Narimo menyatakan, “Menurut saya, kalau masalah bisa diselesaikan dengan dialog dan bicara baik-baik tidak perlu ada hal-hal seperti penggugatan itu. Saya pikir, Joko Widodo seharusnya membicarakan perihal pembangunan gedung-gedung tersebut kepada elemen masyarakat termasuk budayawan di dalamnya. Ini supaya tidak ada kesalahpahaman dan pertanyaan hingga menelurkan aksi gugat-menggugat”.
Selama ini, peraturan tentang tinggi gedung di daerah kota Solo memang belum diatur dalam suatu peraturan tertentu. “Tapi, Solo masih memiliki Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran. Tinggi gedung yang melebihinya akan membuat sangat tidak etis”, ungkap para budayawan dalam sidang penggugatan terhadap Joko Widodo tersebut.
Karakter orang Solo masih lemah
“Kebudayaan bukan hanya tentang bahasa dan aneka situs yang dimiliki oleh masyarakat. Tetapi, budaya adalah masyarakat itu sendiri”, tutur Sabar menjelaskan tentang makna sebuah kebudayaan. “Masyarakat jelas tidak dapat dipisahkan dari budaya itu sendiri karena memang sudah menjadi bagiannya”, tambahnya. Perubahan yang terjadi dalam suatu kebudayaan dapat terjadi karena ada pengaruh dari luar. Dapat terjadi proses ketika sebuah kebudayaan baru merupakan hasil dari penggabungan budaya lama yang terkena unsur-unsur budaya masyarakat pendatang. Atau dapat pula terjadi kebudayaan yang benar-benar baru karena masyarakat yang didatangi tidak dapat mempertahankan unsur-unsur dan nilai kebudayaan yang dimilikinya.
“Dan masyarakat kita (masyarakat Solo, red) saya pikir masih seperti itu”, ungkap Sabar. “Dalam penilaian yang saya lakukan, masyarakat lebih menyukai hal-hal yang berbau modern. Saya pikir mereka sudah banyak yang lupa tentang budaya berpakaian orang Jawa atau bagaimana berbahasa Jawa. Mereka juga pasti sulit menggunakan aksara Jawa”, tambahnya. Hal inilah yang menurut Sabar akan membuat masyarakat Solo menjadi bukan orang Solo lagi. Kepribadian masyarakat Solo dirasa belum terlalu kuat untuk menerima gelombang modernisasi yang begitu kuat dengan munculnya berbagai bangunan baru dengan arsitektur yang modern dan ketinggian yang mencakar langit. “Kebudayaan mana yang ingin kita pertahankan, karakter kita sendiri saja masih lemah”, lanjutnya.
Hal yang senada diungkapkan pula oleh Nur, warga Mangkubumen yang tinggal tepat di samping bawah lokasi Solo Paragon didirikan. “Solo belum butuh gedung, apartemen atau hotel yang setinggi itu”. Pembangunannya dirasa kurang memenuhi aspek transparasi. “Warga sama sekali tidak tahu apakah pembangunan gedung-gedung itu menggunakan APBD atau APBN. Berapa juga besarnya”. Dengan roman yang mulai kesal ia menambahkan, “Toh, yang memakai gedung-gedung itu juga sedikit yang warga Solo. Kebanyakan orang luar kota yang membawa budaya baru yang cenderung mengurangi nilai dan budaya Solo”. Hal tersebut diamini juga oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNS Solo, Dr Drajat Tri Kartono MS. Dalam sebuah kesempatan ia menyatakan, ”Kota Solo yang luas wilayahnya sekitar 44 km2 sebenarnya tidak perlu pusat perbelanjaan modern berupa mal. Sebab, Solo sudah memiliki 38 pasar tradisional yang sesungguhnya sudah bisa mencukupi kebutuhan masyarakat”. “Semestinya, pemerintah mengembangkan pasar-pasar tradisional dengan fasilitas layak dan manajemen yang modern”, tambahnya.
Solo akan Kehilangan Panggung Kenangan
Pembangunan dan modernisasi wilayah perkotaan menjadi satu hal yang cukup digandrungi oleh para pimpinan daerah. Walikota Solo beserta jajarannya pun mulai ‘menikmati’ hal serupa. Bangunan-bangunan bernuansa modern banyak didirikan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Situs-situs budaya mulai cemburu dengan bedanya perlakuan. Beberapa mulai terpinggirkan dan terganti dengan megahnya sarana perkotaan yang marak ditawarkan.
Berbagai kemudahan mulai diberikan oleh pemerintah kota Solo bagi para investor dan penanam modal. Langkah ini dilakukan untuk menciptakan iklim kondusif dalam dunia industri dan perdagangan di kota Solo. Efeknya mulai terlihat dengan mulai menggeliatnya dunia industri dan perdagangan di kota Solo dengan para penanam modal yang berbondong-bondong memilih kota Solo sebagai pasar selanjutnya. Diakui bahwa dunia usaha cukup terbantu dengan adanya kebijakan tersebut. “Keadaan ekonomi kita cukup terbantu dengan adanya bangunan-bangunan yang menyerap cukup banyak tenaga kerja”, ungkap Sabar Narimo, salah satu budayawan Solo sekaligus Dosen Filsafat Jawa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Pembangunan mall dan pasar modern lainnya dianggap sebagai suatu usaha untuk memanusiakan manusia dan dunia usaha karena di sana mereka - sebagai seorang konsumen - mendapatkan perlakuan yang layak saat menikmati jasa.
Namun begitu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Joko Widodo selaku Walikota Solo. Salah satu di antaranya adalah tentang penataan kota Solo. Menata kota berarti menggunakan sudut pandang bagaimana warga kota memandang kota tempat dia tinggal dan beraktivitas. Menata kota juga bisa dikatakan bahwa kita sedang melakukan dialog dengan budaya masyarakatnya, dengan peta perpolitikannya, dengan tingkat sosial ekonominya, dengan sejarahnya, serta dengan dasar negara dan cita-cita kolektifnya sebagai suatu bangsa. Dapat dianalogikan, jika dalam sebuah dialog dengan sesama manusia terkadang terjadi keserasian, keharmonisan, atau mungkin terjadi cekcok dan perdebatan. Maka, dialog (baca: penataan kota) yang kita lakukan dengan elemen-elemen yang telah disebutkan di atas pun bisa saja terjadi hal yang serupa. Karena itulah diperlukan suatu usaha yang berkesinambungan, memiliki perencanaan jauh ke depan, sikap bertanggung jawab, serta pemikiran yang holistik dan manusiawi untuk mewujudkan sebuah kota yang nyaman dan bermartabat serta mampu mewadahi aktivitas warga yang mendiaminya.
Warga untuk Solo “Kota Budaya”
Identitas sebagai Kota Budaya sangat akrab dan melekat lama di Kota Solo. Hal itu tidak lepas dari peninggalan berbagai warisan pusaka (heritage) berupa tangible heritage (bendawi) dan intangible heritage (nonbendawi). Hal tersebut pun sudah diamini oleh pemerintah kota Solo dengan warga yang menghuninya. Telah diyakini bahwa pelestarian warisan pusaka merupakan tanda dalam proses perubahan serta perkembangan kota yang terjadi secara alamiah. Tahapannya terjadi secara berurutan tanpa harus kehilangan masa lalu yang dapat dijadikan cermin untuk pembangunan masa depan.
Hal tersebut senada seperti yang sering diungkapkan oleh Joko Widodo dalam setiap kesempatan bahwa pemerintah kota Solo akan menciptakan Solo sebagai kota budaya yang berorientasi pada Solo masa lalu. Solo’s Past is Solo’s Future. Solo masa lalu adalah Solo masa depan. Konsep ini harus dipahami dalam arti sesungguhnya agar pembangunan yang dilakukan di Solo bukanlah pembangunan yang selalu mundur ke belakang. Namun juga tetap tidak kehilangan ruh dengan tetap memegang semangat membentuk Solo sebagai kota budaya yang akan mampu keluar bukan hanya dalam skala lokal, tetapi juga dalam kancah pergaulan nasional dan internasional.
Langkah pemerintah kota untuk melaksanakan visi tersebut membawa konsekuensi bahwa harus terjadi komunikasi yang baik antara setiap elemen agar Solo di masa depan dapat terwujud dengan tetap melihat dan menyesuaikan dengan kondisi Solo di masa yang lalu. Pembangunan tersebut tidak berarti dilakukan dengan selalu menyamakan Solo yang sekarang dengan Solo yang lalu melainkan pembangunan yang dilaksanakan untuk dapat mencapai visi Solo ke depan tetap berpedoman pada Solo tempo dulu dengan aneka warisan budaya yang dimilikinya. “Saya pikir, Joko Widodo sudah memiliki konsep dan arah yang lebih jelas tentang pembangunan di kota Solo daripada walikota-walikota sebelumnya. Pada beberapa pembangunan yang dilakukan oleh Joko Widodo, bentuk situs budaya masih dipertahankan seperti keadaan aslinya. Daerah Mangkunegaran, misalnya. Sejak saya kecil sampai sekarang masih sama seperti itu”, ungkap Sabar member penilaian tentang kinerja Joko Widodo.
Prioritas pembangunan harus diperhatikan. Publikasi kepada setiap elemen masyarakat pun menjadi satu hal yang tidak dapat dikesampingkan oleh pihak pemerintah kota. Masyarakat sebagai salah satu stake holder harusnya dipahamkan terlebih dahulu tentang grand design yang dibuat oleh pemerintah. Ini bertujuan agar terjadi kesinambungan dan saling dukung antara masyarakat dengan program pemerintah. Pun hal tersebut akan membuat program yang dilaksanakan pemerintah menjadi tidak kehilangan maknanya. Itu semua dapat terjadi dan bertahan lama bila ada kehendak stakeholder untuk bekerjasama melindungi, melestarikan dan memperdayakan berbagai warisan budaya.
”Mereka” iri
Beberapa bulan terakhir menyebutkan bahwa muncul beberapa masalah tentang situs budaya yang dimiliki Solo yang hampir kehilangan tempatnya di hati masyarakat, bahkan warga Solo sendiri. Beberapa situs budaya bahkan memiliki kasus yang cukup mengagetkan dengan adanya berita kehilangan dan perubahan dari situs budaya menjadi pusat perbelanjaan atau industri karena akan dibangun lokalisasi mall di atas tanah situs budaya tersebut. misalnya, polemik tentang Benteng Vastenburg muncul sejak November 2008 ketika ”pemilik” benteng berencana mau membangun hotel bertingkat 13 dan mal di atas situs yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
Sebagai catatan, Benteng Vastenburg di Kota Solo adalah salah satu icon Kota Solo yang harus dilestarikan. Sejarah kelam di balik benteng peninggalan Belanda (1755) ini akan menjadi pelajaran bagi generasi mendatang karena keberadaannya menjadi simbol benteng terakhir nasionalisme. Benteng Vastenburg memiliki akar kultural sehingga keberadaannya merupakan salah satu modal sosial yang bernilai bagi perjalanan kota Solo.
Dalam sebuah diskusi yang dilaksanakan dalam memperingati hari jadi kota Solo ke- 264, Prof Eko Budihardjo dari Universitas Diponegoro, Semarang menyatakan, “Sebuah kota adalah karya seni sosial sekaligus ”panggung kenangan” yang menyimpan memori seluruh warganya. Menghilangkan memori tadi merupakan sebuah dosa besar”. Ali Syaifullah dari Komunitas Peduli Cagar Budaya Nusantara (KPCBN) pun mengamini pendapat Eko dengan menegaskan bahwa Benteng Vastenburg adalah simbol nasionalisme kita yang terakhir jika di atasnya berhasil dibangun kompleks hotel, mall atau pusat perbelanjaan yang lain. “Kita akan kehilangan sejarah tersebut jika di atas kompleks benteng ini berhasil digantikan dengan mall atau hotel”, papar Ali. Untuk itulah, ia menegaskan bahwa pengembalian Benteng Vastenburg kepada negara merupakan salah satu langkah penyelamatan yang dapat dilakukan untuk menjaga salah satu situs budaya yang sudah terancam.
Sikap pemerintah kota Solo yang cenderung terbuka terhadap para investor dalam hal ini akan memberikan dampak yang buruk jika penjagaan situs budaya seperti Benteng Vastenburg tidak ditingkatkan. Karena pada tempat-tempat tersebutlah para investor tertarik untuk menanamkan modalnya. Perlu penjagaan yang masiv dari pihak pemerintah dalam hal ini.
Pembangunan budaya tak bisa dilakukan secara parsial terhadap satu aspek tertentu, seperti fisik. Budaya lebih berorientasi pada nilai atau spirit, menghasilkan manusia (masyarakat) yang berbudaya (sifat). Dari sisi konseptual spiritual ini, pencarian nilai masa lalu Solo adalah upaya kembali menghadirkan originalitas nilai Solo, nilai lokal yang berujung penemuan local genius dan identitas. Perlakuan yang adil dan layak bagi situs-situs budaya yang menjadi kekayaan kota Solo akan mampu menghadirkan kota Solo yang modern dengan tidak meninggalkan nilai budaya yang dimilikinya. Maka, sosialisasi guna mengenalkan berbagai kekayaan warisan budaya kepada masyarakat menjadi kewajiban Pemkot. Sebab banyak warga kota tidak paham bahkan tidak tahu akan berbagai warisan pusaka budaya yang dimiliki. Upaya membumikan kepada warga menjadi salah satu program yang harus dilaksanakan oleh Pemkot bersama jajarannya. Pemerintah kota Solo diharuskan mengambil langkah yang bijaksana untuk mengusung visi yang sudah sering diperdengarkan di muka publik. Langkah ini harus diambil jika pemerintah ingin konsisten dengan semboyan Solo, The Spirit of Java.
Berbagai kemudahan mulai diberikan oleh pemerintah kota Solo bagi para investor dan penanam modal. Langkah ini dilakukan untuk menciptakan iklim kondusif dalam dunia industri dan perdagangan di kota Solo. Efeknya mulai terlihat dengan mulai menggeliatnya dunia industri dan perdagangan di kota Solo dengan para penanam modal yang berbondong-bondong memilih kota Solo sebagai pasar selanjutnya. Diakui bahwa dunia usaha cukup terbantu dengan adanya kebijakan tersebut. “Keadaan ekonomi kita cukup terbantu dengan adanya bangunan-bangunan yang menyerap cukup banyak tenaga kerja”, ungkap Sabar Narimo, salah satu budayawan Solo sekaligus Dosen Filsafat Jawa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Pembangunan mall dan pasar modern lainnya dianggap sebagai suatu usaha untuk memanusiakan manusia dan dunia usaha karena di sana mereka - sebagai seorang konsumen - mendapatkan perlakuan yang layak saat menikmati jasa.
Namun begitu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Joko Widodo selaku Walikota Solo. Salah satu di antaranya adalah tentang penataan kota Solo. Menata kota berarti menggunakan sudut pandang bagaimana warga kota memandang kota tempat dia tinggal dan beraktivitas. Menata kota juga bisa dikatakan bahwa kita sedang melakukan dialog dengan budaya masyarakatnya, dengan peta perpolitikannya, dengan tingkat sosial ekonominya, dengan sejarahnya, serta dengan dasar negara dan cita-cita kolektifnya sebagai suatu bangsa. Dapat dianalogikan, jika dalam sebuah dialog dengan sesama manusia terkadang terjadi keserasian, keharmonisan, atau mungkin terjadi cekcok dan perdebatan. Maka, dialog (baca: penataan kota) yang kita lakukan dengan elemen-elemen yang telah disebutkan di atas pun bisa saja terjadi hal yang serupa. Karena itulah diperlukan suatu usaha yang berkesinambungan, memiliki perencanaan jauh ke depan, sikap bertanggung jawab, serta pemikiran yang holistik dan manusiawi untuk mewujudkan sebuah kota yang nyaman dan bermartabat serta mampu mewadahi aktivitas warga yang mendiaminya.
Warga untuk Solo “Kota Budaya”
Identitas sebagai Kota Budaya sangat akrab dan melekat lama di Kota Solo. Hal itu tidak lepas dari peninggalan berbagai warisan pusaka (heritage) berupa tangible heritage (bendawi) dan intangible heritage (nonbendawi). Hal tersebut pun sudah diamini oleh pemerintah kota Solo dengan warga yang menghuninya. Telah diyakini bahwa pelestarian warisan pusaka merupakan tanda dalam proses perubahan serta perkembangan kota yang terjadi secara alamiah. Tahapannya terjadi secara berurutan tanpa harus kehilangan masa lalu yang dapat dijadikan cermin untuk pembangunan masa depan.
Hal tersebut senada seperti yang sering diungkapkan oleh Joko Widodo dalam setiap kesempatan bahwa pemerintah kota Solo akan menciptakan Solo sebagai kota budaya yang berorientasi pada Solo masa lalu. Solo’s Past is Solo’s Future. Solo masa lalu adalah Solo masa depan. Konsep ini harus dipahami dalam arti sesungguhnya agar pembangunan yang dilakukan di Solo bukanlah pembangunan yang selalu mundur ke belakang. Namun juga tetap tidak kehilangan ruh dengan tetap memegang semangat membentuk Solo sebagai kota budaya yang akan mampu keluar bukan hanya dalam skala lokal, tetapi juga dalam kancah pergaulan nasional dan internasional.
Langkah pemerintah kota untuk melaksanakan visi tersebut membawa konsekuensi bahwa harus terjadi komunikasi yang baik antara setiap elemen agar Solo di masa depan dapat terwujud dengan tetap melihat dan menyesuaikan dengan kondisi Solo di masa yang lalu. Pembangunan tersebut tidak berarti dilakukan dengan selalu menyamakan Solo yang sekarang dengan Solo yang lalu melainkan pembangunan yang dilaksanakan untuk dapat mencapai visi Solo ke depan tetap berpedoman pada Solo tempo dulu dengan aneka warisan budaya yang dimilikinya. “Saya pikir, Joko Widodo sudah memiliki konsep dan arah yang lebih jelas tentang pembangunan di kota Solo daripada walikota-walikota sebelumnya. Pada beberapa pembangunan yang dilakukan oleh Joko Widodo, bentuk situs budaya masih dipertahankan seperti keadaan aslinya. Daerah Mangkunegaran, misalnya. Sejak saya kecil sampai sekarang masih sama seperti itu”, ungkap Sabar member penilaian tentang kinerja Joko Widodo.
Prioritas pembangunan harus diperhatikan. Publikasi kepada setiap elemen masyarakat pun menjadi satu hal yang tidak dapat dikesampingkan oleh pihak pemerintah kota. Masyarakat sebagai salah satu stake holder harusnya dipahamkan terlebih dahulu tentang grand design yang dibuat oleh pemerintah. Ini bertujuan agar terjadi kesinambungan dan saling dukung antara masyarakat dengan program pemerintah. Pun hal tersebut akan membuat program yang dilaksanakan pemerintah menjadi tidak kehilangan maknanya. Itu semua dapat terjadi dan bertahan lama bila ada kehendak stakeholder untuk bekerjasama melindungi, melestarikan dan memperdayakan berbagai warisan budaya.
”Mereka” iri
Beberapa bulan terakhir menyebutkan bahwa muncul beberapa masalah tentang situs budaya yang dimiliki Solo yang hampir kehilangan tempatnya di hati masyarakat, bahkan warga Solo sendiri. Beberapa situs budaya bahkan memiliki kasus yang cukup mengagetkan dengan adanya berita kehilangan dan perubahan dari situs budaya menjadi pusat perbelanjaan atau industri karena akan dibangun lokalisasi mall di atas tanah situs budaya tersebut. misalnya, polemik tentang Benteng Vastenburg muncul sejak November 2008 ketika ”pemilik” benteng berencana mau membangun hotel bertingkat 13 dan mal di atas situs yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
Sebagai catatan, Benteng Vastenburg di Kota Solo adalah salah satu icon Kota Solo yang harus dilestarikan. Sejarah kelam di balik benteng peninggalan Belanda (1755) ini akan menjadi pelajaran bagi generasi mendatang karena keberadaannya menjadi simbol benteng terakhir nasionalisme. Benteng Vastenburg memiliki akar kultural sehingga keberadaannya merupakan salah satu modal sosial yang bernilai bagi perjalanan kota Solo.
Dalam sebuah diskusi yang dilaksanakan dalam memperingati hari jadi kota Solo ke- 264, Prof Eko Budihardjo dari Universitas Diponegoro, Semarang menyatakan, “Sebuah kota adalah karya seni sosial sekaligus ”panggung kenangan” yang menyimpan memori seluruh warganya. Menghilangkan memori tadi merupakan sebuah dosa besar”. Ali Syaifullah dari Komunitas Peduli Cagar Budaya Nusantara (KPCBN) pun mengamini pendapat Eko dengan menegaskan bahwa Benteng Vastenburg adalah simbol nasionalisme kita yang terakhir jika di atasnya berhasil dibangun kompleks hotel, mall atau pusat perbelanjaan yang lain. “Kita akan kehilangan sejarah tersebut jika di atas kompleks benteng ini berhasil digantikan dengan mall atau hotel”, papar Ali. Untuk itulah, ia menegaskan bahwa pengembalian Benteng Vastenburg kepada negara merupakan salah satu langkah penyelamatan yang dapat dilakukan untuk menjaga salah satu situs budaya yang sudah terancam.
Sikap pemerintah kota Solo yang cenderung terbuka terhadap para investor dalam hal ini akan memberikan dampak yang buruk jika penjagaan situs budaya seperti Benteng Vastenburg tidak ditingkatkan. Karena pada tempat-tempat tersebutlah para investor tertarik untuk menanamkan modalnya. Perlu penjagaan yang masiv dari pihak pemerintah dalam hal ini.
Pembangunan budaya tak bisa dilakukan secara parsial terhadap satu aspek tertentu, seperti fisik. Budaya lebih berorientasi pada nilai atau spirit, menghasilkan manusia (masyarakat) yang berbudaya (sifat). Dari sisi konseptual spiritual ini, pencarian nilai masa lalu Solo adalah upaya kembali menghadirkan originalitas nilai Solo, nilai lokal yang berujung penemuan local genius dan identitas. Perlakuan yang adil dan layak bagi situs-situs budaya yang menjadi kekayaan kota Solo akan mampu menghadirkan kota Solo yang modern dengan tidak meninggalkan nilai budaya yang dimilikinya. Maka, sosialisasi guna mengenalkan berbagai kekayaan warisan budaya kepada masyarakat menjadi kewajiban Pemkot. Sebab banyak warga kota tidak paham bahkan tidak tahu akan berbagai warisan pusaka budaya yang dimiliki. Upaya membumikan kepada warga menjadi salah satu program yang harus dilaksanakan oleh Pemkot bersama jajarannya. Pemerintah kota Solo diharuskan mengambil langkah yang bijaksana untuk mengusung visi yang sudah sering diperdengarkan di muka publik. Langkah ini harus diambil jika pemerintah ingin konsisten dengan semboyan Solo, The Spirit of Java.
mata itu masih memandang sama.
lurus ke depan dengan tatapan sayu yang dimilikinya.
tapi kurasakan ada kekuatan besar dalam tatapan sayunya itu.
kekuatan yang mampu meniris hatiku.
mungkin juga dengan hati-hati lain yang menatapnya dengan sungguh.
melihat matanya lebih dekat pada kedalamannya...
dan aku masih memperhatikan polahnya,,
di seberang jalan sana
dengan kaleng susu kosong yang selalu dibawanya,,,
lurus ke depan dengan tatapan sayu yang dimilikinya.
tapi kurasakan ada kekuatan besar dalam tatapan sayunya itu.
kekuatan yang mampu meniris hatiku.
mungkin juga dengan hati-hati lain yang menatapnya dengan sungguh.
melihat matanya lebih dekat pada kedalamannya...
dan aku masih memperhatikan polahnya,,
di seberang jalan sana
dengan kaleng susu kosong yang selalu dibawanya,,,
Rabu, Mei 27, 2009
Suatu kali, di negeriku di bulan Mei
Bulan Mei agaknya memang pantas dijadikan sebagai salah satu bulan yang wajib diistimewakan oleh bangsa Indonesia. Tentu saja ini tanpa mengurangi keistimewaan bulan-bulan lain. Tidak lantas kita terlalu mengagungkan bulan Mei juga. Tapi keberadaannya sebagai salah satu bulan dalam kalender yang kita pakai - bangsa Indonesia secara umum - memiliki beberapa hari istimewa yang menjadi peringatan bangsa ini. Selain bulan Agustus yang setiap tanggal 17 nya menjadi hari sakral karena kita memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, bulan Mei memiliki beberapa tanggal yang menjadi perhatian publik Indonesia.
Setiap tanggal 2 Mei kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Kelahiran seorang tokoh pendidikan bangsa menjadi tonggak diperingatinya hari tersebut. Adalah Ki Hajar Dewantara yang telah menghembuskan semangat perjuangan bangsa untuk pendidikan anak negeri. Sekolah yang ia dirikan di Yogyakarta, Sarjana Wiyata Taman Siswa masih berdiri tegak hingga kini menandai bahwa ruh perjuangan itu masih ada hingga sekarang dan sampai nanti. Pendidikan pun dijadikan salah satu tujuan pembangunan nasional yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang 1945. Bahwa pemerintahan yang berlangsung bertanggung jawab atas usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Setiap anak yang menghembuskan nafas di bumi Indonesia berhak atas pendidikan yang seharusnya dapat mereka enyam dengan pantas dan wajar. Begitulah seharusnya!
20 Mei, setiap tanggal ini kita memperingatinya sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Tahun ini kebangkitan nasional menginjak usia yang ke 101. Sebuah gerakan yang cukup lama, cukup tua sebenarnya. Organisasi Budi Utomo menjadi semangat yang mengawali kebangkitan nasional Indonesia. Dengan politik etis yang mulai diberlakukan, kaum pelajar waktu itu mulai mengerti arah perjuangan bangsa. Budi Utomo adalah organisasi pertama yang membawa semangat dan paham nasionalisme. Sebelumnya para jong negeri ini masih terbawa dengan semangat chauvinisme kedaerahan yang begitu melekat erat. 20 Mei 1908 menjadi titik tolak perjuangan bangsa ini untuk menuju puncak perjuangan dengan deklarasi oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.
Selanjutnya, beberapa peristiwa di bulan Mei menjadi konsen masyarakat kita sejak 11 tahun terakhir. Tonggak awal reformasi terjadi pada bulan Mei 1998 yang lalu. Harus kita sadari bahwa reformasi telah berjalan selama satu dasawarsa lebih. Jika pada 1908, mahasiswa kedokteran School Tot Oppleiding Van Indische Artsen (STOVIA) atau sekolah pendidikan dokter Hindia yang berperan dalam pendirian organisasi Budi Utomo. Maka, pada 1998 hampir semua mahasiswa dari seluruh penjuru negeri menyuarakan hal yang sama meskipun tidak semuanya bisa hadir di gedung MPR untuk menyatakan tuntutan mereka. Sekali lagi adalah mahasiswa yang berada di barisan pertama negeri ini untuk menyuarakan ’suara yang terbungkam’. Peristiwa Semanggi atau Trisakti adalah contoh kecil dari fakta yang terungkap dalam perjuangan Mei 1998. Darah telah mengalir di sana, Kawan!!!
Dan memang gerakan mahasiswa 1998 berhasil mendapatkan tuntutannya. Presiden Soeharto mundur dan terjadilah gelombang reformasi di sana-sini, di seluruh penjuru negeri. Kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi adalah salah tiga dari sekian kebebasan yang diraih setelah pemimpin orde baru itu tumbang. Tetapi, tidak selamanya reformasi yang digemborkan membawa pengaruh positif. Setelah itu, bangsa Indonesia seolah kehilangan jati diri. Kebebasan individu yang terlalu diumbar membuat kebebasan individu lain terganggu bahkan terbelenggu. Yang lain, adalah euforia kemenangan berlebihan yang bahkan hingga saat ini masih kentara. Lagu-lagu kejayaan masih sering dikumandangkan yang membuat mahasiswa lupa bahwa reformasi 1998 hanyalah sebuah awal. Periode selanjutnya lah yang harusnya diyakini sebagai masa perjuangan sebenarnya. Di sisi lain, aktivis 1998 yang memasuki dunia politik seolah lupa dengan komitmen awal mereka untuk membuat perubahan. Beberapa – atau banyak – di antaranya yang kemudian ikut arus dan lupa dengan nafas perjuangan yang telah mereka hembuskan pada Mei 1998.
Mahasiswa pasca reformasi 1998. Romantisme kemenangan itu masih terlalu mendominasi. Banyak aksi yang dilakukan tanpa menghasilkan banyak implikasi pada keputusan publik para petinggi negeri. Pendidikan politik jarang dilakukan di kampus yang harusnya menjadi tempat penggodokan mahasiswa sebelum tahu dunia luar yang liar. Kegiatan seremonial saja yang banyak dilakukan oleh mahasiswa yang menamai diri mereka sendiri aktivis kampus. Hanya sebagai bukti masih ada mahasiswa dengan setumpuk kegiatan intelektual mereka. Ya, hanya sebatas itu saya kira!!!
Belum banyak yang berubah sejak Mei 1998 lalu. Tentu saja selain jabatan kepresidenan dan kabinetnya yang telah berganti beberapa kali dan menjamurnya aneka penerbitan yang menamai diri mereka produk jurnalistik dan pers profesional. Mei tahun ini pun menjadi sebuah lembaran sejarah baru saat tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden akan berjuang untuk tampuk kekuasaan periode 2009-2014 dengan aneka usaha koalisi dan mungkin kong kalikong yang mereka lakukan.
Apapun itu, seperti yang pernah dipertanyakan oleh sastrawan gaek, Taufik Ismail dalam salah satu sajaknya ”... Masih adakah harapan untuk kita, manusia Indonesia?”, Mei tahun ini semoga menjadi awal yang apik untuk lembar sejarah negeri yang bernama Indonesia. Agar kita dapat menjawab dengan lantang pertanyaan Taufik Ismail, bahwa masih ada harapan untuk kita, manusia Indonesia. Yang akan menjadi kenang-kenangan untuk anak-cucu, generasi selanjutnya.
Setiap tanggal 2 Mei kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Kelahiran seorang tokoh pendidikan bangsa menjadi tonggak diperingatinya hari tersebut. Adalah Ki Hajar Dewantara yang telah menghembuskan semangat perjuangan bangsa untuk pendidikan anak negeri. Sekolah yang ia dirikan di Yogyakarta, Sarjana Wiyata Taman Siswa masih berdiri tegak hingga kini menandai bahwa ruh perjuangan itu masih ada hingga sekarang dan sampai nanti. Pendidikan pun dijadikan salah satu tujuan pembangunan nasional yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang 1945. Bahwa pemerintahan yang berlangsung bertanggung jawab atas usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Setiap anak yang menghembuskan nafas di bumi Indonesia berhak atas pendidikan yang seharusnya dapat mereka enyam dengan pantas dan wajar. Begitulah seharusnya!
20 Mei, setiap tanggal ini kita memperingatinya sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Tahun ini kebangkitan nasional menginjak usia yang ke 101. Sebuah gerakan yang cukup lama, cukup tua sebenarnya. Organisasi Budi Utomo menjadi semangat yang mengawali kebangkitan nasional Indonesia. Dengan politik etis yang mulai diberlakukan, kaum pelajar waktu itu mulai mengerti arah perjuangan bangsa. Budi Utomo adalah organisasi pertama yang membawa semangat dan paham nasionalisme. Sebelumnya para jong negeri ini masih terbawa dengan semangat chauvinisme kedaerahan yang begitu melekat erat. 20 Mei 1908 menjadi titik tolak perjuangan bangsa ini untuk menuju puncak perjuangan dengan deklarasi oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.
Selanjutnya, beberapa peristiwa di bulan Mei menjadi konsen masyarakat kita sejak 11 tahun terakhir. Tonggak awal reformasi terjadi pada bulan Mei 1998 yang lalu. Harus kita sadari bahwa reformasi telah berjalan selama satu dasawarsa lebih. Jika pada 1908, mahasiswa kedokteran School Tot Oppleiding Van Indische Artsen (STOVIA) atau sekolah pendidikan dokter Hindia yang berperan dalam pendirian organisasi Budi Utomo. Maka, pada 1998 hampir semua mahasiswa dari seluruh penjuru negeri menyuarakan hal yang sama meskipun tidak semuanya bisa hadir di gedung MPR untuk menyatakan tuntutan mereka. Sekali lagi adalah mahasiswa yang berada di barisan pertama negeri ini untuk menyuarakan ’suara yang terbungkam’. Peristiwa Semanggi atau Trisakti adalah contoh kecil dari fakta yang terungkap dalam perjuangan Mei 1998. Darah telah mengalir di sana, Kawan!!!
Dan memang gerakan mahasiswa 1998 berhasil mendapatkan tuntutannya. Presiden Soeharto mundur dan terjadilah gelombang reformasi di sana-sini, di seluruh penjuru negeri. Kebebasan pers, kebebasan berpendapat, kebebasan berorganisasi adalah salah tiga dari sekian kebebasan yang diraih setelah pemimpin orde baru itu tumbang. Tetapi, tidak selamanya reformasi yang digemborkan membawa pengaruh positif. Setelah itu, bangsa Indonesia seolah kehilangan jati diri. Kebebasan individu yang terlalu diumbar membuat kebebasan individu lain terganggu bahkan terbelenggu. Yang lain, adalah euforia kemenangan berlebihan yang bahkan hingga saat ini masih kentara. Lagu-lagu kejayaan masih sering dikumandangkan yang membuat mahasiswa lupa bahwa reformasi 1998 hanyalah sebuah awal. Periode selanjutnya lah yang harusnya diyakini sebagai masa perjuangan sebenarnya. Di sisi lain, aktivis 1998 yang memasuki dunia politik seolah lupa dengan komitmen awal mereka untuk membuat perubahan. Beberapa – atau banyak – di antaranya yang kemudian ikut arus dan lupa dengan nafas perjuangan yang telah mereka hembuskan pada Mei 1998.
Mahasiswa pasca reformasi 1998. Romantisme kemenangan itu masih terlalu mendominasi. Banyak aksi yang dilakukan tanpa menghasilkan banyak implikasi pada keputusan publik para petinggi negeri. Pendidikan politik jarang dilakukan di kampus yang harusnya menjadi tempat penggodokan mahasiswa sebelum tahu dunia luar yang liar. Kegiatan seremonial saja yang banyak dilakukan oleh mahasiswa yang menamai diri mereka sendiri aktivis kampus. Hanya sebagai bukti masih ada mahasiswa dengan setumpuk kegiatan intelektual mereka. Ya, hanya sebatas itu saya kira!!!
Belum banyak yang berubah sejak Mei 1998 lalu. Tentu saja selain jabatan kepresidenan dan kabinetnya yang telah berganti beberapa kali dan menjamurnya aneka penerbitan yang menamai diri mereka produk jurnalistik dan pers profesional. Mei tahun ini pun menjadi sebuah lembaran sejarah baru saat tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden akan berjuang untuk tampuk kekuasaan periode 2009-2014 dengan aneka usaha koalisi dan mungkin kong kalikong yang mereka lakukan.
Apapun itu, seperti yang pernah dipertanyakan oleh sastrawan gaek, Taufik Ismail dalam salah satu sajaknya ”... Masih adakah harapan untuk kita, manusia Indonesia?”, Mei tahun ini semoga menjadi awal yang apik untuk lembar sejarah negeri yang bernama Indonesia. Agar kita dapat menjawab dengan lantang pertanyaan Taufik Ismail, bahwa masih ada harapan untuk kita, manusia Indonesia. Yang akan menjadi kenang-kenangan untuk anak-cucu, generasi selanjutnya.
Minggu, Mei 24, 2009
yang jauh di sana,,
selalu ada yang baru yang kudapati ketika aku pulang ke kampung halamanku...
nuansa yang begitu indah. meski tak seelok beberapa tahun yang lalu. dulu.
selalu ada yang ditiupkan oleh kampung halamanku pada ragaku ketika kaki ini mulai menginjak lagi tanahnya yang berdebu. dulu tanah itu begitu adhem...
tak apalah, semua toh akan berubah, termasuk dengan tanah kelahiranku...
semua yang ada di sana seperti mengatakan bahwa aku harus melanjutkan langkah kaki untuk kehidupanku yang harus dilanjutkan. laut..hawa itu. bau asin itu...
ah, ada apa dengan lau sebenarnya. mengapa ia menarikku begitu dalam?? seolah ada yang kutunggu jika aku berdiri di bibir pantai memandang kejauhannya...
ada apa dengan laut??? atau tepatnya ada apa antara diriku dan laut.....
*catatan kecil: mungkin aku memang sedang menunggu seseorang yang akan datang dari kejauhan samudra di sana...kedatangan yang entah kapan...
nuansa yang begitu indah. meski tak seelok beberapa tahun yang lalu. dulu.
selalu ada yang ditiupkan oleh kampung halamanku pada ragaku ketika kaki ini mulai menginjak lagi tanahnya yang berdebu. dulu tanah itu begitu adhem...
tak apalah, semua toh akan berubah, termasuk dengan tanah kelahiranku...
semua yang ada di sana seperti mengatakan bahwa aku harus melanjutkan langkah kaki untuk kehidupanku yang harus dilanjutkan. laut..hawa itu. bau asin itu...
ah, ada apa dengan lau sebenarnya. mengapa ia menarikku begitu dalam?? seolah ada yang kutunggu jika aku berdiri di bibir pantai memandang kejauhannya...
ada apa dengan laut??? atau tepatnya ada apa antara diriku dan laut.....
*catatan kecil: mungkin aku memang sedang menunggu seseorang yang akan datang dari kejauhan samudra di sana...kedatangan yang entah kapan...
Senin, Mei 11, 2009
sebuah catatan tanpa nama
siang yang panas, terik..
langit berwarna biru..indah seharusnya meski warna putih awan membuatnya silau untuk dipandang. hari ini dan beberapa hari yang lalu ada yang aneh dengan diriku. perasaan yang aneh, rasa yang aneh juga...dan pikiran-pikiran aneh yang tiba-tiba muncul dalam nalar dan logika berpikirku.
siang yang panas dengan matahari terik dan langit biru serta awan putih yang masih menaunginya. tiba-tiba saja begitu banyak hal yang harus aku pikirkan. bukan tentang diriku. bukan tentang egoku. bukan tentang perasaan pribadiku. tapi ini tentang sesuatu,, tentang mereka, tentang sebuah kelangsungan, tentang sebuah...entahlah..
hampir tak ada waktu bagiku untuk memikirkan apa yang diingini hatiku. terkadang aku merasa beku, tidak peka dengan apa yang diteriakkan nurani. hatiku ingin begini tapi logikaku mengalahkannya semua egoku...
mungkin harus begini dulu,,,
sudah lama tidak menulis, bahkan struktur pikiranku pun berubah menjadi rancu...!!!
langit berwarna biru..indah seharusnya meski warna putih awan membuatnya silau untuk dipandang. hari ini dan beberapa hari yang lalu ada yang aneh dengan diriku. perasaan yang aneh, rasa yang aneh juga...dan pikiran-pikiran aneh yang tiba-tiba muncul dalam nalar dan logika berpikirku.
siang yang panas dengan matahari terik dan langit biru serta awan putih yang masih menaunginya. tiba-tiba saja begitu banyak hal yang harus aku pikirkan. bukan tentang diriku. bukan tentang egoku. bukan tentang perasaan pribadiku. tapi ini tentang sesuatu,, tentang mereka, tentang sebuah kelangsungan, tentang sebuah...entahlah..
hampir tak ada waktu bagiku untuk memikirkan apa yang diingini hatiku. terkadang aku merasa beku, tidak peka dengan apa yang diteriakkan nurani. hatiku ingin begini tapi logikaku mengalahkannya semua egoku...
mungkin harus begini dulu,,,
sudah lama tidak menulis, bahkan struktur pikiranku pun berubah menjadi rancu...!!!
Kamis, Maret 12, 2009
AKAN LEBIH BAIK JIKA MILIK SENDIRI...
Solo, The Spirit of Java atau Solo, World Heritage Cities. Tiba-tiba saja gugusan kata-kata tersebut tidak lagi menjadi asing di telinga kita. Apalagi mereka yang sudah sekian lama berdomisili di Kota Surakarta atau yang sekarang lebih terkenal dengan Kota Solo. Dua jargon di atas sudah demikian akrab dengan telinga kita sejak beberapa tahun terakhir. Tantangan globalisasi dianggap sebagai satu alasan tentang digunakannya istilah-istilah asing yang menggunakan bahasa Inggris sebagai frasa yang dipilih untuk mengakrabkan jargon tersebut kepada masyarakat.
Padahal, jika kita tilik ke belakang. Makna dari kedua jargon tersebut adalah untuk memberikan pengertian kepada masayarakat Indonesia atau para turis yang berkunjung bahwa Solo adalah salah satu dari kota yang ada di Indonesia yang masih mampu menjaga keaslian dan keperawanan budaya yang dimilikinya. Solo dianggap masih mampu menjadi penjaga budaya asli Indonesia, khususnya Jawa dengan aneka keunikannya.
Jika kita mengingat sejarah kita, bahasa Indonesia telah menjadi bagian yang panjang dari sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Sejak ditetapkan menjadi bahasa persatuan dan bahasa resmi negara pada tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia memiliki peranan penting bagi bangsa Indonesia. Peran yang besar, baik di masa penjajahan, kemerdekaan maupun masa pembangunan seperti sekarang ini. Bahasa Indonesia mampu mempersatukan bangsa Indonesia dan membuatnya sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Bahasa Indonesia pula yang mampu mempersatukan daerah di Indonesia sehingga timbul kesadaran nasional yang menjadi semangat dalam mengusir penjajah dari negeri ini. Perkembangan menjadi sangat pesat waktu itu karena semua orang ingin menunjukkan jati dirinya sebagai rakyat dan bangsa Indonesia.
Meskipun, pada awalnya timbul keraguan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, yaitu menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan atau ilmu pengetahuan. Tapi, semangat rakyat dan keinginan untuk bersatu membuat banyak istilah ilmu pengetahuan lahir. Hal ini seperti dijelaskan dalam Kongres Bahasa Indonesia pada tahun 1938 di Solo. Maka, pada tahun 1980an sampai awal 1990an segala hal yang berbau asing harus dinasionalisasikan. Nama-nama pabrik asing harus diganti dengan menggunakan nama Indonesia. Singkatnya, ketika itu dicanangkan program yang disebut dengan berbahasa yang baik dan benar. Penghargaan terhadap bahasa Indonesia kala itu sangat besar. Ejaan disempurnakan untuk mendapatkan kaidah berbahasa yang benar.
Namun, kemunduran bahasa Indonesia kembali terjadi ketika arus reformasi mulai digulirkan. maraknya penggunaan bahasa-bahasa asing dan pencampuran bahasa Indonesia dengan bahasa di luarnya. Adanya media yang kurang peduli dengan perkembangan bahasa Indonesia pun ikut mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia yang salah. Menghadapi kondisi yang semacam itu, pemerintah perlu melakukan tindakan penjagaan terhadap bahasa Indonesia agar di masa depan bahasa Indonesia semakin berkembang, bukan hanya pada penggunanya tapi juga terjaga dari segi pemakaiannya. Pemerintah dapat membuat peraturan tentang penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dalam acara-acara kenegaraan, televisi dan media cetak. Perilaku bahasa para pejabat dan tokoh panutan masyarakat juga harus dibina sehingga mampu berbahasa dengan lebih baik, benar, demokratis, dan lugas sehingga dapat menjadi teladan masyarakat. Ini untuk memenuhi tuntutan iklim reformasi yang sedang berkembang di negara kita.
Dan jika kita kembali menilik permasalahan penggunaan bahasa asing pada jargon kota Solo, hal ini semakin menunjukkan bahwa kemunduran atas penggunaan bahasa Indonesia sekaligus kebanggaan atasnya masih terjadi hingga sekarang ini sejak reformasi. Jika penggunaan bahasa Inggris bertujuan untuk mengakrabkan Solo dengan para turis asing, akan sangat merugi sekali karena kita mengorbankan budaya dan bahasa kita sendiri. Harusnya kita seperti bangsa Jepang yang dalam setiap tanda jalan pun ditulis dalam aksara mereka sendiri. Orang asing yang akan berkunjung harus beradaptasi untuk bisa berhubungan dengan masyarakat di sana. Atau seperti beberapa negara di Benua Eropa. Mereka begitu menjunjung budaya dan bahasa yang mereka miliki.
Selain itu, penggunaan bahasa Inggris dalam pemilihan kata untuk jargon-jargon tersebut tentu merupakan kontradiksi tersendiri. Jika Solo diidentikkan dengan budaya, terutama budaya Jawa. Mengapa pula harus menggunakan bahasa Inggris untuk merumuskan jargon yang dimiliki. Padahal di sisi lain, kita punya bahasa Indonesia yang asli produk dalam negeri. Atau kita juga bisa menggunakan bahasa Jawa demi memunculkan nilai budaya Jawa ysesungguhnya. Kalau orang Jawa bilang ben luwih njawani.
Rabu, Maret 04, 2009
tentang hidupku....
aku masih saja menunggu seseorang...
seseorang yang aku yakini akan segera datang...
dengan membawa yang pasti akan kukenakan...
aku masih saja merindukan seseorang...
seseorang yang akan kuajak berdiskusi tentang kehidupan...
yang tidak hanya mengajakku bercinta,
hingga sampai nirwana...
aku masih saja menunggu,,merindu seseorang...
yang bisa kuajak bergerak...bersama..
merangkai hidup....
membangun peradaban...
jauh,,,hingga ke labuhan...
Selasa, Februari 10, 2009
ternyata bisa....
jam 02.10,,,sudah fajar...
ternyata memang bisa. segala sesuatu yang sudah diniati insyaallah akan selesai dengan indah. sampai jam segni, aku baru saja menyelesaikan sebuah tulisan. bukan tulisan yang biasa kubuat sebelumnya. tapi, ini kubuat untuk sesuatu. sebenarnya, aku tidak muluk-muluk ingin mengikutinya, tapi karena seorang teman menawariku untuk mengerjakannya, aku pun merasa tertantang untuk itu.
semoga saja niatku untuk mengikuti kegiatan ini bisa disucikan. moga hati terjaga dari rasa riya' dan ingin terlihat. sungguh, aku hanya ingin berlomba dengan seorang kawan saja. Fastabiqul khoirot....
semoga dia juga begitu...
jam 02.15,,,sebentar lagi, selendang putih dari ufuk timur akan terkembang. semoga hari ini semua rencana bisa diselesaikan...dengan indah...
Selamat Pagi Dunia...^_^
ternyata memang bisa. segala sesuatu yang sudah diniati insyaallah akan selesai dengan indah. sampai jam segni, aku baru saja menyelesaikan sebuah tulisan. bukan tulisan yang biasa kubuat sebelumnya. tapi, ini kubuat untuk sesuatu. sebenarnya, aku tidak muluk-muluk ingin mengikutinya, tapi karena seorang teman menawariku untuk mengerjakannya, aku pun merasa tertantang untuk itu.
semoga saja niatku untuk mengikuti kegiatan ini bisa disucikan. moga hati terjaga dari rasa riya' dan ingin terlihat. sungguh, aku hanya ingin berlomba dengan seorang kawan saja. Fastabiqul khoirot....
semoga dia juga begitu...
jam 02.15,,,sebentar lagi, selendang putih dari ufuk timur akan terkembang. semoga hari ini semua rencana bisa diselesaikan...dengan indah...
Selamat Pagi Dunia...^_^
Minggu, Februari 01, 2009
siang,,,di jalanan itu....
persahabatan bagai kepeompong,,,mengubah ulat menjadi kupu-kupu....
begitu selarik lagu yang terdengar saat sepeda motor yang aku boncengi berhenti di daerah lampu merah kemarin siang..
ya, ada sepasang pengamen kecil yang sedang manyanyikannya, sepertinya dua orang sahabat kecil. mereka menyanyi dengan senyum yang masih 'nangkring' di bibir mungil mereka. belum. mereka belum mendapat tempat untuk ngamen waktu itu. jadi, sambil menunggu bis mereka menyanyikan lagu itu sambil sesekali bermain kapal-kapalan di selokan yang waktu airnya cukup luber karena baru saja turun hujan....
ah, aku hanya tersenyum. melihat mereka dari sisiku sini. dari mataku dan dari sudut pandangku di sini. ada sedikit rasa miris di hati. psalnya, jam itu harusnya mereka ada di bangku sekolah, bukan keluyuran mencari rezeki yang mungkin Tuhan selipkan di bis-bis atau angkutan umum lainnya. entah sudah seperti apa negaraku ini, padahal jelas sekali tertera dalam pasalnya bahwa anak-anak seperti mereka adalah tanggungan pemerintah....Indonesia, oh Indonesiaku...
senyum mereka masih terlalu polos. belum mengerti dunia yang begitu kejamnya. ah, bukan, jangan-jangan mereka malah lebih mengerti kehidupan daripada aku yang kelaman duduk dan memakan materi dari teman kanak-kanak sampai mahasiswa sekarang...
motorku berjalan lagi, dan aku mendapati sepasang kekasih yang begitu mesranya. meski usia sudah senja dan menua. mereka sepasang kakek-nenek yang sedang berboncengan. sang nenek menyuapi kakek yang sedang mengemudikan motor. bukan, aku tak ingin melihat bahwa apa yang mereka lakukan mungkin bisa menyebabkan kecelakaan, tapi kemesraan yang mereka tampilkan sungguh membuatku berpikir bahwa cinta yang dimiliki sepasang kekasih yangs sejati akan mampu tergambarkan begitu indahnya. bahkan olehku, yang hanya sebagai penikmat saja. usia yang menua,,tapi cinta tetap remaja....sang kakek tersenyum senang dengan suapan nenek, sedang sang nenek tersenyum malu. munkin malu dengan orang-orang yang ramai berlalu-lalang di jalanan.
ah, siang itu di jalanan. banyak yang kudapat sebagai pengalaman kehidupan....
begitu selarik lagu yang terdengar saat sepeda motor yang aku boncengi berhenti di daerah lampu merah kemarin siang..
ya, ada sepasang pengamen kecil yang sedang manyanyikannya, sepertinya dua orang sahabat kecil. mereka menyanyi dengan senyum yang masih 'nangkring' di bibir mungil mereka. belum. mereka belum mendapat tempat untuk ngamen waktu itu. jadi, sambil menunggu bis mereka menyanyikan lagu itu sambil sesekali bermain kapal-kapalan di selokan yang waktu airnya cukup luber karena baru saja turun hujan....
ah, aku hanya tersenyum. melihat mereka dari sisiku sini. dari mataku dan dari sudut pandangku di sini. ada sedikit rasa miris di hati. psalnya, jam itu harusnya mereka ada di bangku sekolah, bukan keluyuran mencari rezeki yang mungkin Tuhan selipkan di bis-bis atau angkutan umum lainnya. entah sudah seperti apa negaraku ini, padahal jelas sekali tertera dalam pasalnya bahwa anak-anak seperti mereka adalah tanggungan pemerintah....Indonesia, oh Indonesiaku...
senyum mereka masih terlalu polos. belum mengerti dunia yang begitu kejamnya. ah, bukan, jangan-jangan mereka malah lebih mengerti kehidupan daripada aku yang kelaman duduk dan memakan materi dari teman kanak-kanak sampai mahasiswa sekarang...
motorku berjalan lagi, dan aku mendapati sepasang kekasih yang begitu mesranya. meski usia sudah senja dan menua. mereka sepasang kakek-nenek yang sedang berboncengan. sang nenek menyuapi kakek yang sedang mengemudikan motor. bukan, aku tak ingin melihat bahwa apa yang mereka lakukan mungkin bisa menyebabkan kecelakaan, tapi kemesraan yang mereka tampilkan sungguh membuatku berpikir bahwa cinta yang dimiliki sepasang kekasih yangs sejati akan mampu tergambarkan begitu indahnya. bahkan olehku, yang hanya sebagai penikmat saja. usia yang menua,,tapi cinta tetap remaja....sang kakek tersenyum senang dengan suapan nenek, sedang sang nenek tersenyum malu. munkin malu dengan orang-orang yang ramai berlalu-lalang di jalanan.
ah, siang itu di jalanan. banyak yang kudapat sebagai pengalaman kehidupan....
Jumat, Januari 30, 2009
Inilah Loyalitas....
malam ini,,ah, bukan...
ini sudah pagi...sudah hampir jam 4...bentar lagi juga subuh. aku nginep di sekre motivasi. lpm yang aku geluti sejak dua setengah tahun yang lalu. kali ini aku bukan anak baru lagi seperti dulu. jabatan pimpinan redaksi membuatku harus memiliki kemampuan yang lebih daripada teman-teman yang lain. semuanya terasa berjalan begitu cepat...aku yang dulu hanya setor tulisan, sekarang yang memegang koordinasi semua tulisan yang masuk di bidang redaksi...
ya,,inilah proses, sayang!!
sejak semalam,,aku dikelilingi dengan prajurit-prajurit mtv yang lain. bukan hanya anak redaksi. serdadu dari litbang dan perusahaan pun ikut. meski sekarang semuanya sudah terbuai dengan mimpi masing-masing. hanya aku yang masih sibuk dengan komputer ini. nyicil nyeting malam ini.
sungguh, ini adalah suatu kebahagiaan tersendiri. membuatku merasa tidak bekerja sendiri (Produk redaksi yang lain biasanya ku lembur sendiri). apalagi yang hadir adalah para pengurus baru. mereka yang akan melanjutkan perjuangan motivasi selanjutnya. motivasi sebagai sebuah lembaga pers mahasiswa.
terimakasih, kawan...
dan memang sudah saatnya kalian buktikan loyalitas atas organisasi ini.
perjuangan harus dilanjutkan!!!
bravo persma!!!
ini sudah pagi...sudah hampir jam 4...bentar lagi juga subuh. aku nginep di sekre motivasi. lpm yang aku geluti sejak dua setengah tahun yang lalu. kali ini aku bukan anak baru lagi seperti dulu. jabatan pimpinan redaksi membuatku harus memiliki kemampuan yang lebih daripada teman-teman yang lain. semuanya terasa berjalan begitu cepat...aku yang dulu hanya setor tulisan, sekarang yang memegang koordinasi semua tulisan yang masuk di bidang redaksi...
ya,,inilah proses, sayang!!
sejak semalam,,aku dikelilingi dengan prajurit-prajurit mtv yang lain. bukan hanya anak redaksi. serdadu dari litbang dan perusahaan pun ikut. meski sekarang semuanya sudah terbuai dengan mimpi masing-masing. hanya aku yang masih sibuk dengan komputer ini. nyicil nyeting malam ini.
sungguh, ini adalah suatu kebahagiaan tersendiri. membuatku merasa tidak bekerja sendiri (Produk redaksi yang lain biasanya ku lembur sendiri). apalagi yang hadir adalah para pengurus baru. mereka yang akan melanjutkan perjuangan motivasi selanjutnya. motivasi sebagai sebuah lembaga pers mahasiswa.
terimakasih, kawan...
dan memang sudah saatnya kalian buktikan loyalitas atas organisasi ini.
perjuangan harus dilanjutkan!!!
bravo persma!!!
Sabtu, Januari 24, 2009
entah,,
belakangan ini aku sering menangis...
sedikit-sedikit menangis....sedikit-sedikit menangis...
apa aku sudah berubah jadi gadis yang begitu cengeng,,
entahlah...
tapi, pernah pada suatu ketika sulit sekali buatku untuk menangis...
sampai takut jangan-jangan hatiku ini sudah terlalu dingin dan beku...
ya, waktu itu aku sampai meminta teman-teman untuk bercerita tentang cerita-cerita yang mungkin bisa membuatku menangis,,
tapi, tetap saja sulit...
hingga akhirnya aku menangis sendiri,,,
di tengah malam sampai subuh menjelang...
alhamdulillah,,,
waktu itu aku begitu bersyukurnya...
karena sungguh, aku takut klo hatiku benar-benar beku...
tapi, sekarang..ah, biarlah..
bukankah dulu aku pernah mengalami masa-masa yang sulit untuk menangis..
biarlah...biar kusyukuri saja...
terimakasihku ya Allah,,
hanya padaMu...
sedikit-sedikit menangis....sedikit-sedikit menangis...
apa aku sudah berubah jadi gadis yang begitu cengeng,,
entahlah...
tapi, pernah pada suatu ketika sulit sekali buatku untuk menangis...
sampai takut jangan-jangan hatiku ini sudah terlalu dingin dan beku...
ya, waktu itu aku sampai meminta teman-teman untuk bercerita tentang cerita-cerita yang mungkin bisa membuatku menangis,,
tapi, tetap saja sulit...
hingga akhirnya aku menangis sendiri,,,
di tengah malam sampai subuh menjelang...
alhamdulillah,,,
waktu itu aku begitu bersyukurnya...
karena sungguh, aku takut klo hatiku benar-benar beku...
tapi, sekarang..ah, biarlah..
bukankah dulu aku pernah mengalami masa-masa yang sulit untuk menangis..
biarlah...biar kusyukuri saja...
terimakasihku ya Allah,,
hanya padaMu...
Rabu, Januari 07, 2009
Dari Seorang 'Penonton' Demonstrasi (Bukan Catatan Seorang Demonstran): Hanya sebuah Pikiran yang Ingin Dikeluarkan
Allahuakbar....Allahuakbar...Allahuakbar,,,
Begitulah takbir yang berkumandang di suatu siang yang cukup mendung suatu ketika saat aku sedang berada di salah satu sudut kota Solo untuk mencari makan siang. Agaknya di tempat tersebut sedang terjadi aksi yang lumayan besar. dan ternyata benar dugaanku tersebut. arak-arakan panjang menjadi rombongan dalam aksi demonstrasi tersebut. dari orang dewasa hingga anak kecil melakukan aksi yang katanya menyuarakan dan mengingatkan masyarakat kita bahwa saudara-daudara yang sedang berada di daerah konflik Palestina sana membutukan kita untuk melepaskan penjajahan nyata dari negara Zionis (Siapa lagi kalau bukan Israel). ya, format acara yang dibuat dalam aksi tersebut adalah seperti itu.
tapi, entahlah. aku tidak melihat tujuan itu dalam acara yang sedang mereka gelar waktu itu. sebagai catatan, ini adalah pertama kalinya aku melihat aksi dalam format yang cukup besar secara langsung. meski dulu pernah berhelut di salah satu organisasi kampus yang sering demo, toh aku tidak pernah tertarik untuk ikut aksi yang mereka (teman-teman organisasiku dulu) lakukan. alasan yang sering aku katakan peda mereka adalah bahwa mereka hanya berteriak-teriak saja di jalanan. terbukti ketika seorang teman aku tnya tentang tujuan dia ikut aksi, hanya gelengan lemah dan jawaban tidak tahu saja yang mereka berikan. tak tahu tujuan kenapa harus dijalankan. hanya ingin nurut dengan senior saja. ah, bodoh!!! bagaimana bisa dibilang mahasiswa, berpikir seperti itu saja masih belum bisa. mahasiswa bertindak dengan akal yang benar-benar waras meski kadang irasional..bukan karena 'manut' sama sesepuh yang kadang akalnya sudah diisi dengan aneka proyek dan kepentingan!!!
kembali pada suatu siang yang sedang kuceritakan tadi. orasi dari mereka sangat menggebu-gebu. ya, sangat. bahkan barisan anak kecil yang mungkin tidak tahu apa-apa (hanya tahu bahwa teman-teman mereka di Palestina sedang ditimpa musibah besar) ikut berteriak dan berlari mengimbangi semangat yang dewasa. beberapa teman melihatku. Ya, teringat diriku yang dulu berada dalam sistem mereka dan sekarang yang sedang berdiri di luar sistem melihat selutur tingkah polah mereka saat demonstrasi. aku hanya tersenyum dan mengatakan pada salah satu diantara mereka, 'sudah tahu tujuannya belum?'
aku hanya berdiri di luar lapangan mereka beraksi. sambil tetap berusaha menikmati mie ayam dan es teh yang sudah dipesan. tapi, sungguh ada pemanjangan yang begitu ganjil dan membuatku tersenyum miris. sebuah pemandanagn dan suara-suara yang sangat menggangguku melebihi para kawan pengamen yang berkali-kali mengeluarkan suara cempreng mereka. pemandangan itu adalah seliweran bendera yang dimiliki salah satu partai yang sedang akan berjuang untuk pemilu 2009 nanti. suara itu adalah lagu mars yang dimiliki oleh salah satu partai yang benderanya berseliweran, berkibar seenaknya saja memenuhi jalanan dan mengalahkan spanduk-spanduk orasi yang sedang dibawakan. Mungkin ini hanya pandanganku saja. penilaian dari sudut pandang orang yang berpikiran sederhana dan dari orang yang tidak pernah ikut aksi sepertiku ini.
aku hanya berpikir miris saja. bahkan dalam situasi yang seperti itu, mereka (partai politil) masih saja menggunakan momen-momen yang pas untuk membuat mereka lebih terkenal daripada yang lain. Kampanye gratis, begitu sajalah istilah yang aku gunakan. Bukan, masalahnya bukan apakah itu untuk eksistensi mereka atau agar masyarakat tahu bahwa ini adalah aksi yang sedang dilakukan oleh mereka. terlalu naif rasanya pikiran yang dimiliki oleh otakku ini.
Toh, aku juga tidak pernah tahu dengan jelas tentang politik tahi kucing yang sedang mereka jalankan untukk mengambil tampuk kekuasaan di negeri yang sudah tidak punya kuasa ini. menurutku, ironis sekali cara mereka mengambil simpati rakyat negeri ini. lewat aksi-aksi simpatik yang seperti itu, wajar saja jika rakyat kecil yang masih begitu bodoh di negeri ini bisa dengan mantap memilih mereka.
ahh, entahlah...apakah aku yang terlalu berburuk sangka dengan mereka. sekali lagi, ini hanya sekedar catatan kecil dari 'penikmat' deonstrasi yang marak terjadi di negeri ini. demonstrasi yang masih sering menimbulkan korban, bahkan bagi mereka yang tidak tahu pasti akan tujuan para demonstran 'tulen'.
*Gambar diambil dari http://images.google.co.id/images?hl=id&q=demonstrasi+film+Gie&btnG=Telusuri+Gambar&gbv=2.
2009....
akhirnya tahun berganti lagi,,,
usia yang semakin tua
pikiran yang semakin kompleks...
aneka permasalahan yang harus coba dihadapi dengan lebih dewasa...
mimpi-mimpi yang baru,,,
harapan yang baru saja dibuat untuk dijadikan nyata,,,
ahh,,
berjalan,,,
melangkah,,
tertatih....berlari...
karena hidup harus terus dilanjutkan bukan,,,
bersemangat untuk tahun ini,,,
harapan, cita, dan cinta itu menunggu untuk diwujudkan...
siapa yang mau membantuku???
hee...
usia yang semakin tua
pikiran yang semakin kompleks...
aneka permasalahan yang harus coba dihadapi dengan lebih dewasa...
mimpi-mimpi yang baru,,,
harapan yang baru saja dibuat untuk dijadikan nyata,,,
ahh,,
berjalan,,,
melangkah,,
tertatih....berlari...
karena hidup harus terus dilanjutkan bukan,,,
bersemangat untuk tahun ini,,,
harapan, cita, dan cinta itu menunggu untuk diwujudkan...
siapa yang mau membantuku???
hee...
Langganan:
Postingan (Atom)