Pembangunan dan modernisasi wilayah perkotaan menjadi satu hal yang cukup digandrungi oleh para pimpinan daerah. Walikota Solo beserta jajarannya pun mulai ‘menikmati’ hal serupa. Bangunan-bangunan bernuansa modern banyak didirikan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Situs-situs budaya mulai cemburu dengan bedanya perlakuan. Beberapa mulai terpinggirkan dan terganti dengan megahnya sarana perkotaan yang marak ditawarkan.
Berbagai kemudahan mulai diberikan oleh pemerintah kota Solo bagi para investor dan penanam modal. Langkah ini dilakukan untuk menciptakan iklim kondusif dalam dunia industri dan perdagangan di kota Solo. Efeknya mulai terlihat dengan mulai menggeliatnya dunia industri dan perdagangan di kota Solo dengan para penanam modal yang berbondong-bondong memilih kota Solo sebagai pasar selanjutnya. Diakui bahwa dunia usaha cukup terbantu dengan adanya kebijakan tersebut. “Keadaan ekonomi kita cukup terbantu dengan adanya bangunan-bangunan yang menyerap cukup banyak tenaga kerja”, ungkap Sabar Narimo, salah satu budayawan Solo sekaligus Dosen Filsafat Jawa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Pembangunan mall dan pasar modern lainnya dianggap sebagai suatu usaha untuk memanusiakan manusia dan dunia usaha karena di sana mereka - sebagai seorang konsumen - mendapatkan perlakuan yang layak saat menikmati jasa.
Namun begitu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Joko Widodo selaku Walikota Solo. Salah satu di antaranya adalah tentang penataan kota Solo. Menata kota berarti menggunakan sudut pandang bagaimana warga kota memandang kota tempat dia tinggal dan beraktivitas. Menata kota juga bisa dikatakan bahwa kita sedang melakukan dialog dengan budaya masyarakatnya, dengan peta perpolitikannya, dengan tingkat sosial ekonominya, dengan sejarahnya, serta dengan dasar negara dan cita-cita kolektifnya sebagai suatu bangsa. Dapat dianalogikan, jika dalam sebuah dialog dengan sesama manusia terkadang terjadi keserasian, keharmonisan, atau mungkin terjadi cekcok dan perdebatan. Maka, dialog (baca: penataan kota) yang kita lakukan dengan elemen-elemen yang telah disebutkan di atas pun bisa saja terjadi hal yang serupa. Karena itulah diperlukan suatu usaha yang berkesinambungan, memiliki perencanaan jauh ke depan, sikap bertanggung jawab, serta pemikiran yang holistik dan manusiawi untuk mewujudkan sebuah kota yang nyaman dan bermartabat serta mampu mewadahi aktivitas warga yang mendiaminya.
Warga untuk Solo “Kota Budaya”
Identitas sebagai Kota Budaya sangat akrab dan melekat lama di Kota Solo. Hal itu tidak lepas dari peninggalan berbagai warisan pusaka (heritage) berupa tangible heritage (bendawi) dan intangible heritage (nonbendawi). Hal tersebut pun sudah diamini oleh pemerintah kota Solo dengan warga yang menghuninya. Telah diyakini bahwa pelestarian warisan pusaka merupakan tanda dalam proses perubahan serta perkembangan kota yang terjadi secara alamiah. Tahapannya terjadi secara berurutan tanpa harus kehilangan masa lalu yang dapat dijadikan cermin untuk pembangunan masa depan.
Hal tersebut senada seperti yang sering diungkapkan oleh Joko Widodo dalam setiap kesempatan bahwa pemerintah kota Solo akan menciptakan Solo sebagai kota budaya yang berorientasi pada Solo masa lalu. Solo’s Past is Solo’s Future. Solo masa lalu adalah Solo masa depan. Konsep ini harus dipahami dalam arti sesungguhnya agar pembangunan yang dilakukan di Solo bukanlah pembangunan yang selalu mundur ke belakang. Namun juga tetap tidak kehilangan ruh dengan tetap memegang semangat membentuk Solo sebagai kota budaya yang akan mampu keluar bukan hanya dalam skala lokal, tetapi juga dalam kancah pergaulan nasional dan internasional.
Langkah pemerintah kota untuk melaksanakan visi tersebut membawa konsekuensi bahwa harus terjadi komunikasi yang baik antara setiap elemen agar Solo di masa depan dapat terwujud dengan tetap melihat dan menyesuaikan dengan kondisi Solo di masa yang lalu. Pembangunan tersebut tidak berarti dilakukan dengan selalu menyamakan Solo yang sekarang dengan Solo yang lalu melainkan pembangunan yang dilaksanakan untuk dapat mencapai visi Solo ke depan tetap berpedoman pada Solo tempo dulu dengan aneka warisan budaya yang dimilikinya. “Saya pikir, Joko Widodo sudah memiliki konsep dan arah yang lebih jelas tentang pembangunan di kota Solo daripada walikota-walikota sebelumnya. Pada beberapa pembangunan yang dilakukan oleh Joko Widodo, bentuk situs budaya masih dipertahankan seperti keadaan aslinya. Daerah Mangkunegaran, misalnya. Sejak saya kecil sampai sekarang masih sama seperti itu”, ungkap Sabar member penilaian tentang kinerja Joko Widodo.
Prioritas pembangunan harus diperhatikan. Publikasi kepada setiap elemen masyarakat pun menjadi satu hal yang tidak dapat dikesampingkan oleh pihak pemerintah kota. Masyarakat sebagai salah satu stake holder harusnya dipahamkan terlebih dahulu tentang grand design yang dibuat oleh pemerintah. Ini bertujuan agar terjadi kesinambungan dan saling dukung antara masyarakat dengan program pemerintah. Pun hal tersebut akan membuat program yang dilaksanakan pemerintah menjadi tidak kehilangan maknanya. Itu semua dapat terjadi dan bertahan lama bila ada kehendak stakeholder untuk bekerjasama melindungi, melestarikan dan memperdayakan berbagai warisan budaya.
”Mereka” iri
Beberapa bulan terakhir menyebutkan bahwa muncul beberapa masalah tentang situs budaya yang dimiliki Solo yang hampir kehilangan tempatnya di hati masyarakat, bahkan warga Solo sendiri. Beberapa situs budaya bahkan memiliki kasus yang cukup mengagetkan dengan adanya berita kehilangan dan perubahan dari situs budaya menjadi pusat perbelanjaan atau industri karena akan dibangun lokalisasi mall di atas tanah situs budaya tersebut. misalnya, polemik tentang Benteng Vastenburg muncul sejak November 2008 ketika ”pemilik” benteng berencana mau membangun hotel bertingkat 13 dan mal di atas situs yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
Sebagai catatan, Benteng Vastenburg di Kota Solo adalah salah satu icon Kota Solo yang harus dilestarikan. Sejarah kelam di balik benteng peninggalan Belanda (1755) ini akan menjadi pelajaran bagi generasi mendatang karena keberadaannya menjadi simbol benteng terakhir nasionalisme. Benteng Vastenburg memiliki akar kultural sehingga keberadaannya merupakan salah satu modal sosial yang bernilai bagi perjalanan kota Solo.
Dalam sebuah diskusi yang dilaksanakan dalam memperingati hari jadi kota Solo ke- 264, Prof Eko Budihardjo dari Universitas Diponegoro, Semarang menyatakan, “Sebuah kota adalah karya seni sosial sekaligus ”panggung kenangan” yang menyimpan memori seluruh warganya. Menghilangkan memori tadi merupakan sebuah dosa besar”. Ali Syaifullah dari Komunitas Peduli Cagar Budaya Nusantara (KPCBN) pun mengamini pendapat Eko dengan menegaskan bahwa Benteng Vastenburg adalah simbol nasionalisme kita yang terakhir jika di atasnya berhasil dibangun kompleks hotel, mall atau pusat perbelanjaan yang lain. “Kita akan kehilangan sejarah tersebut jika di atas kompleks benteng ini berhasil digantikan dengan mall atau hotel”, papar Ali. Untuk itulah, ia menegaskan bahwa pengembalian Benteng Vastenburg kepada negara merupakan salah satu langkah penyelamatan yang dapat dilakukan untuk menjaga salah satu situs budaya yang sudah terancam.
Sikap pemerintah kota Solo yang cenderung terbuka terhadap para investor dalam hal ini akan memberikan dampak yang buruk jika penjagaan situs budaya seperti Benteng Vastenburg tidak ditingkatkan. Karena pada tempat-tempat tersebutlah para investor tertarik untuk menanamkan modalnya. Perlu penjagaan yang masiv dari pihak pemerintah dalam hal ini.
Pembangunan budaya tak bisa dilakukan secara parsial terhadap satu aspek tertentu, seperti fisik. Budaya lebih berorientasi pada nilai atau spirit, menghasilkan manusia (masyarakat) yang berbudaya (sifat). Dari sisi konseptual spiritual ini, pencarian nilai masa lalu Solo adalah upaya kembali menghadirkan originalitas nilai Solo, nilai lokal yang berujung penemuan local genius dan identitas. Perlakuan yang adil dan layak bagi situs-situs budaya yang menjadi kekayaan kota Solo akan mampu menghadirkan kota Solo yang modern dengan tidak meninggalkan nilai budaya yang dimilikinya. Maka, sosialisasi guna mengenalkan berbagai kekayaan warisan budaya kepada masyarakat menjadi kewajiban Pemkot. Sebab banyak warga kota tidak paham bahkan tidak tahu akan berbagai warisan pusaka budaya yang dimiliki. Upaya membumikan kepada warga menjadi salah satu program yang harus dilaksanakan oleh Pemkot bersama jajarannya. Pemerintah kota Solo diharuskan mengambil langkah yang bijaksana untuk mengusung visi yang sudah sering diperdengarkan di muka publik. Langkah ini harus diambil jika pemerintah ingin konsisten dengan semboyan Solo, The Spirit of Java.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar